Ilmu Pengetahuan Zaman Purba
Secara
garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada
zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman
kontemporer. Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama,
menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno.
Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman
Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak
mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka
informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui,
misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika
kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang
tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia
sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita.
Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya
meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi yang ada pada penulis.
Menurut
George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan
manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa
hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti
keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah.
Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang
lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan
manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis,
dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat
tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan
Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa
menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda dengan pendapat
tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih spesifik
bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu
(berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan
orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan
sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Terlepas
dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman
sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya
manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul
belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih
diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap
beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke
generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap
gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki
seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan.
Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun
rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya
ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab
pertanyaan: mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa
bekal apapun?
Selanjutnya Mouly
menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai
berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran
sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang
terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak,
geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh
bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang
berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu
muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di
mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi,
kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme
yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman
manusia.
Peradaban
Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi
seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota.
Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang
mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan
tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan
arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka.
Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan
administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan
bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka
miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan.
Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa
peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.
Sementara
itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa hal
yang tergolong ilmu pengetahuan: pembagian hari menjadi dua puluh empat
jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang
memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan
gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia
ini sampai ke tangan Thales , filosof Yunani.
Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno
Yunani
kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan,
maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa
dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang
sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan
mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi
setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang
pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila
generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk
juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang.
Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit
bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang
Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh
umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka
yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan
mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Periode
filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir
manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah
kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati
dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani
merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah
titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus
mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosof
alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales
(624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480
SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang
dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut
Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan
meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah.
Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya
yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor
dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos,
Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang
bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa
bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran.
Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak
terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama
ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai
hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap
filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta.
Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru
merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka
mengilhami generasi setelahnya.
Setelah
mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap
ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan
mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia
adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras
(481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal
humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif.
Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika,
maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai
kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM).
Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi.
Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal
kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan
kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat
berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama,
dan metafisika.
Pandangan
para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya
seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles
(384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung
kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu
dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan.
Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran
umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat
Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah
filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis
(logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan
politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi
ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu
meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Karena
demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan
Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat
sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka
terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar
karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka,
mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani
sehingga memiliki karakteristik islami.
Ilmu Pengetahuan Zaman Islam Klasik
Ilmu-ilmu
keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah
berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam
bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran
rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada
zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi
tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam
al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari
Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat
peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria
(Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W.
Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan
Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah
sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan
pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke
Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang
paling penting, melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan
penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini,
para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang
harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar
menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa
terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan
secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M).
Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan.
Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan
besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan
dan sebagian besar abad kesepuluh.
Buku-buku
matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali
diterjemahkan. Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan
tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis
algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar.
Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah
rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan
desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab.
Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk
menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung
berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka.
Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn
al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori
Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari
mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa
cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi,
al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar
biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan
observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk
tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada
Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ
dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang
astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn
al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang
astrologi.
Dalam
bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau
Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna
(w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim
al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī
karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan
ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan
pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia,
dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya
sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya
Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M
dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya
sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim
al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan
sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam
bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442
H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode
pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar
kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan
menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara
itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang
mencapai ketepatan tinggi.
Dalam
bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran
dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di
antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut
dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain
disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni
logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā
atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau
Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn
Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī
berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun
fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit,
yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh
al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains
Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia
tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan
asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat
Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah
berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa
sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada
sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang
keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para
pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di
Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang
Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka
yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya
zaman pencerahan atau renaisans.
Ilmu Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern
Michelet,
sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah
renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk
menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa,
dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak
sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman
renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir
tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman
modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah
periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad
kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah
yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena
semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan
karena semangat humanisme.
Tokoh
penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M): Nicolaus
Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei
(1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Copernicus menemukan
teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi
sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus
(127-151). Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran
sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori
ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama
astronomi. Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran
Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips;
bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat
bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan
pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata
surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan
memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam
menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan. Dialah penemu
planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Selanjutnya
tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir
Isaac Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black
(1728-1799 M), Joseph Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser
(1743-1794 M), dan J.J. Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi,
perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa
Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi.
Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik.
Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2.
Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain
dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia
sebagaimana kita kenal sekarang. J.J. Thompson menemukan elektron.
Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan
terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika
nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti
taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19
lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi,
arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern
memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.
Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer
Perbedaan
antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah
era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan
zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga
sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang
ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti
fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang
teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman
kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan
inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran
rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial,
eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara
inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita
saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari
perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke
generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan
listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum
diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh
penemuan radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke
PC (private computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer
jenis PDA (personal digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan
bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih
berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan
dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam
keunggulan yang lebih besar.
Salah
satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah
teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon
dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi
ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak
sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry
Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada
tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama
dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama
lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para
peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama
berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima
generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera
kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik
kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana
menerapkan teknik kloning pada manusia.[37]
Setelah
uraian-uraian di atas, selanjutnya kita lihat tabel klasifikasi
perkembangan sebagian ilmu pengetahuan dari masa ke masa berdasarkan
periodenya sebagai berikut[38]:
ILMU-ILMU
2000 SM-300 M
300 M-1400 M
1400 M-1600 M
Abad ke-17
Abad ke-18
Abad ke-19
Abad ke-20
MATEMATIKA
Ilmu Hitung
Geometri
Logika
Teori Bilangan Aljabar
Geometri Analitik
Trigonometri
Probabilitas dan Statistika
Persamaan Diferensial
Kalkulus
Geometri Analistis
Topologi
Teori Informasi
Teori Fungsi
Geometri Non-Euclid
Logika Matematik
FISIKA
Mekanika
Optika
Termodinamika Keelektrikan dan Kemagnetan
Kristalogi
Cryogenik
Mekanika Statistika
Mekanika Kwantum
Fisika Partikel
Fisika Nuklir
Fisika Plasma
Fisika Atom
Fisika Molekul
Fisika Zadat
Fisika Relativitas
KIMIA
Alkimia
Kimia Aroganik
Kimia Kedokteran
Kimia Analistis
Pharmakologi
Biokimia
Kimia Organik
Fisika Kwantum
Kimia Fisika
Kimia Nuklir
Kimia Polimer
ASTRONOMI
Kosmologi
Astronomi Posisionil
Mekanika Benda Langit
Astronomi Fisika
Astronautika
Radio Astronomi
Astrofisika
GEOLOGI
Eksplorasi
Geodesi
Mineralogi
Meteorologi
Geofisika
Statigrafi
Sejarah Geologi
Paleontologi
Mineralogi
Petrologi
Geormorphologi
Geografi Fisika/Fisis
Srtuktur Geologi
Geokimia
Hidrologi
Oceanografi
BIOLOGI
Ilmu Obat-obatan
Phisiologi
Anatomi
Botani dan Zoologi
Embriologi
Pathologi
Mikrobiologi
Taksonomi
Biofisika
Anatomi Perbandingan
Citologi
Histologi
Biokimia
Ekologi
Radiobiologi
Biologi Molekul
Genetika
SOSIAL
Pemerintahan
Sejarah
Filsafat
Politik
Ekonomi
Arkeologi
Antropologi Fisik
Sosiologi
Antropologi Budaya
Psikologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar